Ku coretkan bicara buatmu Hawa... ..semoga kehadiran warkah ini tidak akan mengocak kedamaian dan ketenangan dihatimu saat ini.
Hawa... .
Kesedihan menyelubungi hati ini... .Ke mana hilangnya sopan-santun dan rasa hormatmu terhadapku? Kalau dulu, untuk mengungkapkan sebaris kata di hadapanku sekalipun, kau hanya menundukkan pandanganmu dan menyusun kata-kata yang sebaiknya dan teratur yang mungkin. Namun hari ini, suatu kebiasaan jika apa yang ku perhatikan malumu kian lenyap! Antara kita seolah-olah tiada lagi hijab yang menghalang dan kau bisa menyapaku tanpa segan silu... .. Malu itu selayaknya kau punyai, tetapi apa yang terjadi kini?
Hawa... .
Apa yang amat membimbangkan aku, keadaan ini bisa menjadikan kita makin hampir dan mengetepikan tuntutan atau perintah Allah. Pergaulan yang ku kira begitu tidak wajar antara muslimin dan muslimat meletakkan aku dalam kekalutan perasaan, terlalu bimbang kiranya suatu hari nanti menjadi kebiasaan jika dilihat kaummu dan kaumku bisa seiringan tanpa ada batasnya lagi... ..
Hawa... ..
Mengapa tidak kau semaikan rasa malu itu di dalam hatimu? Mengapa Hawa yang ku kenali kini, tidak lagi selembut dulu. Tutur kata yang petah, alunan suara yang lantang, mengheret ku dalam kesedihan berpanjangan... Kau bisa ku samakan dengan teman-temanku yang lain, dan... .jika keadaan begini berterusan, suatu hari nanti, Hawa menguasai dunia dan Adam adalah penyerinya sahaja. Dulu.. ku sanjung tinggi peradabanmu Hawa, kiranya dibanding dengan kaummu di luar sana. Tapi kini, kepercayaanku kian luntur tatkala ku lihat batas-batasmu kian runtuh dan sedarlah Hawa, dirimu adalah wanita yang menyimpan setinggi-tinggi maruah. Lantaran itu... .usah terlalu ghairah denganku kaum Adam, dan kita punyai benteng yang teguh... jangan diroboh... .
Hawa... ..
Fahamilah... ku tak ingin kau terlalu menonjol diri, kerana bagi ku Hawa adalah sebutir mutiara yang terlalu mahal harganya. Bayangkanlah Hawa, andainya pergaulan di luar tuntutan ini melahirkan generasi yang jauh terpesong dari keredhaan Nya. Terus terang ku katakan duhai Hawa... bukan keramahanmu yang kupinta, bukan pula sapaanmu yang menggembirakan diriku... .tetapi mengertilah hawa, ku mahu kau memelihara kesopananmu dan maruahmu jangan kau persendakan... .
Hawa... .
Jika kita tersua tundukkanlah pandanganmu, perlahankanlah suaramu dan usahlah kau terlalu tampilkan diri meskipun naluri kita yang sebenarnya memerlukan. Ingatlah Hawa... batas-batas pergaulan antara kita, itu yang harus dijaga... . Peliharalah tingkah lakumu di mana-mana sahaja. Walaupun aku tidak mampu untuk terus menerus memimpin dirimu seandainya kau tersilap langkah. Tapi dengarlah hawa, aku mahu kau sedar! Sedar yang dirimu bisa terhumban di persada kehancuran sekiranya kau masih mengamalkan cara hidup dan pergaulan yang bebas kala ini... Kaum ku Adam tidak mahu membiarkan dunia ini dimamah laknat Tuhan lantaran dosa yang kita titipkan... ..